Ahlussunnah wal Jama’ah (ASWAJA)
lahir dari pergulatan intens antara doktrin dengan sejarah. Di wilayah doktrin,
debat meliputi soal kalam mengenai status Alqur’an apakah ia mahluk atau bukan,
kemudian debat antara sifat-sifat Allah antara ulama’ salafiyyun dengan
golongan Mu’tazilah dan seterusnya.
Di wilayah
sejarah, proses pembentukan ASWAJA terentang hingga zaman Khulafaur Rasyidin,
yakni dimulai sejak terjadi perang shiffin yang melibatkan Kholifah Ali bin Abi
Tholib RA dengan Muawiyyah. Bersamaan dengan kekalahan
kholifah ke-empat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim)
oleh kubu muawiyyah, ummat islam mulailah islam terpecah ke dalam
berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi’ah, Khowarij, Jabariyyah, Qadariyyah,
Mu’tazilah, dll.
Indonesia
merupakan salah satu penduduk dengan jumlah penganut faham ASWAJA terbesar di
dunia. Mayoritas penduduk yang memeluk islam
adalah penganut madzhab Syafi’i dan sebagian besarnya tergabung (baik tergabung
secara sadar maupun tidak sadar) dalam Jam’iyyah Nahdlotul
Ulama’ yang sejak awal berdiri menegaskan sebagi pengamal islam ala Ahlusunnah wal Jama’ah.
II. PENGERTIAN
Al-sunnah
memilki arti jalan,disamping memiliki arti Al-Hadist. Disambungkan dengan ahl
keduanya bermakna pengikut jalan Nabi, Para Sahabat, dan Tabi’in.
Al-Jama’ah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara
kebahasaan, Ahlussunnah wal Jama’ah berarti segolongan orang yang mengikuti
jalan Nabi, Para Sahabat dan Tabi’in.
NU merupakan
ORMAS islam pertama kali Indonesia yang menegaskan diri berfaham ASWAJA. Dalam
konstitusi dasar yang dirumuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari juga
tidak disebutkan definisi ASWAJA namun tertulis dalam konstitusi tersebut bahwa
aswaja merupakan sebuah faham keagamaan
dimana dalam bidang aqidah menganut pendapat dari Abu Hasan Al-Asy’ari
dan Al- Maturidhi, dalam bidang fiqih menganut pada salah satu madzhab
empat, dan dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Junaid al
Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghozali.
III.
ASWAJA SEBAGAI
MANHAJ AL-FIKR
Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia meletakkan aswaja sebagai manhaj al fikr. Th 1997
diterbitkan sebuah buku saku tulisan sahabat Khotibul Umam Wiranu berjudul Membaca
ulang Aswaja (PB PMII 1997). Konsep dasar yang dibawa dalam aswaja sebagai
manhaj al fikr tidak dapat dilepas dari gagasan KH. Said Aqil Siraj yang
mengundang kontroversi, mengenai perlunya aswaja ditafsir ulang dengan memberikan
kebebasan lebih bagi para intelektual dan ulama’ untuk merujuk langsung kepada
ulama’ dan pemikir utama yang tesebut dalam pengertian aswaja.
PMII memandang bahwa aswaja adalah
orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek
kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan
toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab melainkan sebuah metode dan prinsip
berfikir dalam menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial
kemasyarakatan, inilah makna aswaja sebagai manhaj al fikr.
Sebagai manhaj alfikr, PMII berpegang
pada prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tawazun (netral), ta’adul
(keseimbangan), dan tasamuh (toleran).
IV.
PRINSIP ASWAJA SEBAGAI MANHAJ
Berikut ini adalah prinsip-prinsip aswaja dalam kehidupan sehari-hari.
Prinsip-prinsip tersebut meliputi :
1. AQIDAH
2. BIDANG SOSIAL POLITIK
a. Prinsip Syura (musyawarah)
b. Prinsip Al-Adl (keadilan)
c. Prinsip Al-Hurriyyah (kebebasan)
©
Khifdhu al-nafs (menjaga jiwa)
© Khifdhu al-din (menjag
agama)
© Khifdhu al-mal (menjaga
harta benda)
© Khifdhu al-nasl (menjaga
keturunan)
© Khifdhu al-irdh (menjaga
harga diri)
d. Prinsip
Al-Musawah (kesetaraan derajat)
3. BIDANG ISTINBATH AL-HUKM
(Pengambilan Hukum Syari’ah)
4. TASAWUF
V. PENUTUP
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai
manhaj al fikr bersifat dinamis dan sangat terbuka bagi pembaruan-pembaruan. Sebagai
sebuah metode pemahaman dan penghayatan dalam makna tertentu ia tidak dapat
disamakan dengan metode akademis yang bersifat ilmiah. Dalam metode akademik,
sisi teknikalitas pendekatan di atur sedemikian rupa sehingga menjadi prosedur
yang teliti dan nyaris pasti. Namun demkian dalam ruang akademis pembaharuan
atau perubahan sangat mungkin terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar