Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cendekia

MARI MENGENAL AGAR BISA SALING MEMILIKI

 

“ Idzinkan Aku Mengenalmu, agar Aku Bisa Meminang dan Memilikimu”

Ke-PMII-an
SEJARAH dan MAKNA FILOSOFI PMII

Latar belakang didirikannya PMII
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak pernah luntur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan  payung induknya. misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 di Jakarta yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto. Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad dan PMNU (Persatuan Mahasiswa NU) berdiri di Bandung. Namun keberadaan beberapa organisasi nahdiyin tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.

Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.

Oleh karena itu, Ide besar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (selanjutnya disingkat PMII) tidak dapat dipisahkan dari eksistensi IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama). Secara kesejarahan, PMII merupakan matarantai dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang dibentuk pada Muktamar III IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958.
Upaya yang dilakukan IPNU dengan membentuk Departemen Perguruan Tinggi tidak banyak memberi arti bagi perkembangan mahasiswa nahdliyin pada waktu itu. Hal itu disebabkan karena:

    Kondisi obyektif menunjukkan bahwa mahasiswa sangat berbeda dengan siswa dalam hal keinginan, dinamika, dan perilaku.
    Kenyataan bahwa gerak Departeman Perguruan Tinggi IPNU sangat terbatas. Untuk dapat duduk dalam anggota PPMI (Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) dan MMI (Majlis Mahasiswa Indonesia), departemen tersebut tidaklah mungkin bisa

Selain itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai latar belakang berdirinya PMII:

    Bahwa PMII karena ketidak mampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU (dibentuk pada Muktamar III IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958) dalam menampung aspirasi anak muda NU yang ada di Perguruan Tinggi .

    PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim  (NU) untuk mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politiknya.

    PMII lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama’ah dikalangan mahasiswa.

    Bahwa PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka  (Mahasiwsa NU) dan HMI ditengarai lebih dekat dengan partai MASYUMI.

    Bahwa lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya.

Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Konferensi Besar IPNU
Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. 
Mereka adalah: 
1) A. Khalid Mawardi (Jakarta), 
2) M. Said Budairy (Jakarta), 
3) M. Sobich Ubaid (Jakarta), 
4) Makmun Syukri (Bandung), 
5) Hilman (Bandung), 
6) Ismail Makki (Yogyakarta), 
7) Munsif Nakhrowi (Yogyakarta), 
8) Nuril Huda Suaidi (Surakarta), 
9) Laily Mansyur (Surakarta), 
10) Abd. Wahab Jaelani (Semarang), 
11) Hizbulloh Huda (Surabaya), 
12) M. Kholid Narbuko (Malang) dan 
13) Ahmad Hussein (Makassar)


Deklarasi
Sebelum melakukan musyawarah mahasiswa nahdliyin tiga dari 13 orang tersebut (yaitu Hisbullah Huda, Said Budairy, dan M Makmun Syukri BA) pada tanggal 19 Maret 1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap Ketua Tanfidziah PBNU KH Dr Idham Khalid untuk meminta nasehat sebagai pedoman pokok permusyawaratan yang akan dilakukan. Pada pertemuan dengan PBNU pada tanggal 24 Maret 1960 ketua PBNU menekankan hendaknya organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat diandalkan sebagai kader partai NU dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan bagi kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu.

Selanjutnya diadakan musyawarah mahasiswa nahdliyin di Taman Pendidikan Putri Khadijah (Sekarang UNSURI/ Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo) Surabaya pada tanggal 14 – 16 April 1960 yang menghasilkan keputusan :

    Berdirinya organisasi nahdliyin, dan organisasi tersebut diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
    Penyusunan peraturan dasar PMII yang dalam mukodimahnya jelas dinyatakan bahwa PMII merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU – IPPNU.
    Persidangkan dalam musyawarah mahasiswa nadhiyin itu dimulai tanggal 14 – 16 April 1960, sedangkan peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 Syawal 1379 H atau bertepatan pada tanggal 17 April 1960, sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17 April 1960.
    Memutuskan membentuk tiga orang formatur yaitu H. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A.Cholid Mawardi sebagai ketua I, dan M.Said Budairy sebagai sekretaris umum PB PMII. Susuan pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960.

Seperti organisasi yang dependen terhadap NU, maka PB PMII dengan surat tanggal 8 Juni 1960 mengirim surat permohonan kepada PBNU untuk mengesahkan kepengurusan PB PMII. Pada tanggal 14 Juni 1960 PBNU menyatakan bahwa organisasi PMII dapat diterima dengan sah sebagai keluarga besar partai NU dan diberi mandat untuk membentuk cabang-cabang diseluruh Indonesia.

Musayawarah mahasiswa nahdliyin di Surabaya hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi PMII, maka untuk melengkapinya dibentuk suatu panitia kecil yang diketuai oleh M. Said Budairy dan Fahrurrozi AH untuk membuat anggaran rumah tangga PMII. Dalam sidang pleno II PB PMII yang diselenggarakn pada tanggal 8 – 9 September 1960 peraturan rumah tangga PMII dinyatakan sah berlaku. Pada sidang itu pula disahkan lambang PMII dan pokok-pokok aturan mengenai anggota baru.


Independesi
Salah satu momentum sejarah perjalanan PMII yang membawa perubahan besar pada perjalanan PMII adalah dicetuskannya “Independensi PMII” pada tanggal 14 Juni 1972 di Murnajati Lawang Malang, Jawa Timur, yang kemudian kita kenal dengan Deklarasi Murnajati. Lahirnya deklarasi ini berkenaan dengan situasi politik Nasional, ketika peran partai politik dikebiri dan mulai dihapuskan, termasuk terhadap partai NU. Ditambah lagi dengan digiringnya peran mahasiswa dengan komando back to campus. Keterlibatan PMII dalam dunia politik praktis yang terlalu jauh pada pemilu 1971 sangat merugikan PMII. Kondisi ini akhirnya disikapi dengan deklarasi berpisahnya PMII secara structural dari partai NU. Deklarasi tersebut adalah:

DEKLARASI MURNAJATI
Bismillahirrahmanirrahiem
“Kamu sekalian adalah sebaik-baik umat yang dititahkan kepada manusia untuk memerintahkan kebaikan dan mencegah perbuatan yang mungkar” (Al-Qur’an)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) insyaf dan yakin serta tanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsa yang sejahtera selaku penerus perjuangan dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spiritual. Bertekat untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya:

    Bahwa pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang memiliki pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya
    Bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) selaku generasi muda Indonesia sadar akan peranannya untuk ikut serta bertanggungjawab bagi berhasilnya pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat
    Bahwa perjuangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai dengan deklarasi Tawangmangu menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap dan pembinaan rasa tanggung jawab
    berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) serta dengan memohon rahmat Allah SWT, dengan ini menyatakan diri sebagai organisasi independent yang tidak terikat dalam sikap dan tindakan kepada siapa pun dan hanya komited dengan perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila


Tim Perumus:

    Umar Basalim (Yogyakarta)
    Madjidi Syah (Bandung)
    Slamet Efendi Yusuf (Yogyakarta)
    Man Muhammad Iskandar (Bandung)
    Choirunnisa Yafizham (Medan)
    Tatik Farikhah (Surabaya)
    Rahaman Idrus (Sulawesi)
    Muis Kabri (Malang)

Keputusan Musyawarah besar II tentang independensi itu kemudian diperkuat dengan manifesto independensi yang dihasilkan Kongres V PMII di Ciloto Bandung Jawa Barat pada tanggal 28 Desember 1973. Selanjutnya kembali diperkokoh dengan Penegasan Cibogo yang dihasilkan pada rapat pleno PB PMII di Cibogo, 8 Oktober 1989. Deklarasi ini lahir sebagai penyikapan atas banyaknya keinginan menjelang Muktamar NU ke-28 yang mengharapkan PMII mempertimbangkan kembali independensinya


Interdependensi PMII
Sejarah mencatat, PMII dilahirkan dari pergumulan panjang mahasiswa nahdliyin, dan kemudian menyatakan independensinya pada tahun 1972. Di sisi lain ada kenyataan bahwa kerangka berpikir, perwatakan dan sikap sosial antara PMII dan NU mempunyai persamaan. PMII insaf dan sadar bahwa dalam melaksanakan perjuangan diperlukan saling tolong. Karena PMII dengan NU mempunyai persamaan–persamaan dalam persepsi keagamaan dan perjuanagn, visi sosial dan kemasyarakatan, serta ikatan historis, maka untuk menghilangkan keragu-raguan serta saling curiga dan sebaliknya untuk menjalin kerjasama program secara kualitatif dan fungsional, baik melalui program nyata maupun persiapan sumber daya mannusia, PMII siap meningkatkan kualitas hubungan dengan NU atas prinsip kedaulatan organisai penuh, interdependensi, dan tidak ada interfensi secara strutural dan kelembagaan. Deklarasi ini dicetuskan dalam kongres X PMII pada tanggal 27 Oktober 1991 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.
Untuk mempertegas deklarasi interdependensi PMII-NU melalui musyawarah nasional PB PMII tanggal 24 Desember 1991 di Cimacan Jawa Barat, PB PMII mengeluarkan keputusan tentang implementasi interdependensi PMII – NU .penegasan hubungan itu didasarkan pemikiran – pemikiran antara lain :

    Dalam pandangan PMII, ulama adalah pewaris para nabi.Ulama merupakan panutan karena kedalamannya dalam pemahaman keagamaan. Oleh karena itu, interdependensi PMII–NU ditempatkan dalam konteks keteladanan ulama dalam kehidupan bermasyarakat, bebangsa dan bernegara.
    Adanya ikatan kesejarahan yang bertautan antara PMII–NU. Realitas sejarah menunjukkan bahwa PMII lahir dari NU dan dibesarkan oleh NU, demikian juga latar belakang mayoritas kader PMII berasal dari NU, sehingga secara lagsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perwatakan PMII. Adapun pernyataan independensi PMII hendaknya tidak dipahami sebagai upaya mengurangi, apalagi menghapus arti kesejarahan tersebut.
    Adanya persamaan paham keagamaan antara PMII dan NU. Keduanya sama-sama mengembangkan wawasan keislaman dengan paradigma pemahaman Ahlussunah Wal Jama’ah. implikasi dari wawasan keagamaan itu tampak pula pada persamaan sikap sosial yang bercirikan tawasuth, tasamuh, tawazun, I’tidal dan amar ma’ruf nahi munkar. Demikian juga didalam pola pikir, pola sikap, serta pola tindak PMII dan NU menganut pola selektif, akomodatif dan integrative sesuai prinsip dasar Al-muhafadhotu ‘ala qodimi `i-sholih wa `l-ahdzu bi `l-jadidi `l-aslah
    Adanya persamaan kebangsaan. Bagi PMII dan NU keutuhan komitmen keislaman dan keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan muslim Indonesia, dan atas dasar tersebut maka menjadi keharusan untuk mempertahankan bangsa dan negara Indonesia.
    Adanya persamaan kelompok sasaran. PMII dan NU memiliki mayoritas anggota dari kalangan masyarakat kelas menengah kebawah,. Persamaan lahan perjuangan ini, semestinya melahirkan format perjuangan yang relatif sama pula.
    Sekurang - kurangnya terdapat lima prinsip pokok yang semestinya dipegang bersama untuk merealisasikan interdependensi PMII – NU :
        Ukhuwah islamiyah
        Amar ma’ruf nahi munkar
        mabadi khoiri umah
        `l-musawah
        Hidup bedampingan dan berdaulat secara benar.

Implementasi interdependensi PMII – NU diwujudkan dalam berbagai bentuk kerjasama:
1.      Pemikiran. 
Kerja sama dibidang ini untuk mengembangkan pemikiran keislaman

2.      Sumber daya manusia. 
Kerja sama dibidang ini ditekankan pada penmanfaatan secara maksimal manusia – manusia PMII maupun NU

3.      Pelatihan. 
Kerja sama dibidang pelatihan ini dirancang untuk pengembangan sumber daya manusia baik PMII maupun NU.

4.      Rintisan program.
Kerja sama in berbentuk pengelolaan suatu program secsara bersama. 

Selain menghasilkan deklarasi interdependensi, pada waktu itu juga ditetapkan:
Motto PMII                   : Dzikir, Fikir dan Amal Shaleh
Tri Khidmat PMII       : Taqwa, intelektualitas, dan profesionalitas
Tri Komitmen PMII    : Kejujuran, kebenaran, dan keadilan
Ekacitra Diri PMII      : Ulul albab



Identitas Dan Citra Diri Pmii
Identitas PMII adalah cerminan dari kualitas kader PMII, seperti empat huruf kata 'PMII', yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
1.   Bertaqwa kepada Allah swt
2.   Berbudi luhur
3.   Berilmu
4.   Cakap, dan
5.   Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
6.   Komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.



Makna Filosofis PMII
PMII terdiri dari 4 penggalan kata, yaitu :

1. PERGERAKAN
adalah dinamika dari hamba (mahluk) yang senantiasa maju bergerak menuju tujuan idealnya, memberikan rahmat bagi sekalian alam.
Perwujudannya :

    Membina dan Mengembangkan potensi Ilahiah
    Membina dan mengembangkan potensi kemanusiaan
    Tanggungjawab memberi rahmat pada lingkungannya
    Gerak menuju tujuan sebagai Kahalifah Fil Ardl

2. MAHASISWA
Adalah generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri :

    sebagai insan religius
    sebagai insan akademik
    sebagai insan sosial
    dan sebagai insan yang mandiri

Perwujudannya :

    Tanggungjawab keagamaan
    Tanggungjawab intelektual
    Tanggungjawab sosial kemasyarakatan
    Tanggugjawab individual sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga negara

3. ISLAM

    adalah agama yang dianut, diyakini dan dipahami dengan haluan atau paradigma Ahlussunnah Wal Jama’ah.
    ASWAJA sebagai Manhaj Al Fikr (metode berfikir), yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran-ajaran islam secara proporsional antara iman, islam dan ihsan.

4. INDONESIA
Adalah masyarakat bangsa dan negara indonesia yang mempunyai falsafah dan idiologi bangsa (pancasila) dan UUD 1945 dengan landasan kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang terbentang dari sabang sampai merauke, serta diikat dengan kesadaran wawasan nusantara.

 Secara totalitas,  PMII bertujuan melahirkan kader bangsa yang mempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya.
Dan atas dasar ketaqwaannya, berkiprah mewujudkan peran ketuhanan dalam rangka membangun masyrakat bangsa dan negara indonesia menuju suatu tatanan yang adil dan makmur dalam ampunan dan ridho Allah SWT.


LAMBANG PMII

Gambar : pmii.or.id


Lambang PMII diciptakan oleh H. Said Budairi. 
Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang terkandung di setiap goresannya. Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya (form) maupun dari warnanya.
Dari Bentuk :
·    Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh luar

·    Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita- cita yang selalu memancar

·    Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al Rasyidien)

·    Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhauan Ahlussunnah Wal Jama’ah

·    Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambing dapat diartikan ganda yakni: 
* Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
* Sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO.


Dari Warna :
·    Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara.

·    Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.

·    Kuning, sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.

Kegunaan Lambang :
Lambang digunakan pada : Papan nama, bendera, kop surat, stempel, badge, jaket/pakaian, kartu anggota PMII dan benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukkan identitas organisasi.
Ukuran lambang disesuaikan dengan besar wadah penggunaan.

Visi dan Misi
Visi dasar PMII :
Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan. Visi ke-Islaman yang dibangun PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat. Sedangkan visi kebangsaan PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.

Misi dasar PMII :
Merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk


Tujuan didirikannya PMII
Secara totalitas PMII sebagai suatu organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan merubah kondisi sosial di Indonesia yang dinilai tidak adil, terutama dalam tatanan kehidupan sosial. Selain itu juga melestarikan perbedaan sebagai ajang dialog dan aktualisasi diri, menjunjung tinggi pluralitas, dan menghormati kedaulatan masing-masing kelompok dan individu.

Dalam lingkup yang lebih kecil PMII mencoba menciptakan kader yang memiliki pandangan yang luas dalam menghadapi realitas sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Memiliki pemahaman yang komprehensif tentang berbagai macam paham pemikiran yang digunakan dalam menganalisa realitas yang ada, sehingga diharapkan seorang kader akan mampu memposisikan diri secara kritis dan tidak terhegemoni oleh suatu paham atau oordina yang dogmatis.


Rekrutment
Dalam PMII, ada tahapan-tahapan pengkaderan. Untuk tahap pertama dalah MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru) sebagai jendela awal untuk bergabung dalam organisasi PMII. Untuk berikutnya sebagai tindak lanjut ada PKD (Pelatihan Kader Dasar) dilaksanakan oleh Komisariat/Cabang, merupakan persyaratan untuk bisa menjadi pengurus komisariat/cabang. Dan diteruskan dengan PKL (Pelatihan Kader Lanjutan), dilaksanakan oleh pengurus cabang, merupakan persyaratan untuk menjadi pengurus cabang/pengurus koordinator cabang.


Struktural Organisasi
Pengurus Besar (PB) berpusat di Ibu Kota
Pengurus Koordinator Cabang (PKC) berpusat di Provinsi
Pengurus Cabang (PC) berpusat di Kabupaten
Pengurus Komisariat (PK) berpusat di Kampus
Pengurus Rayon (PR) berpusat di Fakultas

READMORE
 

PENGAKUAN MANTAN TERORIS NASIR ABBAS

 PENGAKUAN MANTAN TERORIS NASIR ABBAS


Menurut dia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga sama. HTI punya tujuan mengubah negara NKRI jadi khilafah.


“Meski HTI sekarang tak terlibat kekerasan tapi mereka berusaha merekrut anggota polisi, TNI, yang pada saatnya mereka manfaatkan untuk melakukan aksi kekerasan,” katanya.



Mantan pelaku teror, Nasir Abbas, mengaku jadi teroris sejak remaja, yaitu usia 18 tahun.


“Memang usia remaja itu yang paling mudah dipengaruhi dan gampang direkrut,” kata Nasir Abbas saat memberikan testimoni tentang pengalamannya sebagai teroris di hadapan ribuan santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur, Kamis (1/8/2019).

Menurut dia, anak-anak muda yang telat belajar agama sangat rawan sekali terjangkit radikalisme. Sebab ilmu pengetahuan agama mereka masih sangat dangkal. Ia memberi contoh pengalaman dirinya sendiri.


“Saya dulu pada tahun 1987 dikirim ke wilayah konflik di Afghanistan berumur 18 tahun,” kata Nasir Abbas sembari mengatakan bahwa di Afghanistan ia diajari cara menggunakan senjata dan merakit bom.

Sejak itu ia jadi teroris yang ditugasi ke beberapa negara dengan nama dan identitas diri yang selalu berubah-ubah.

Siapa yang mengirim? “Ustadz Abu Bakar Baa’syir,” kata Nasir Abbas. Kini Abu Bakar Ba’asyir mendekam dalam penjara karena terlibat kasus terorisme di berbagai daerah dan negara.


“Saya ketemu kiai, tapi kiai yang gak benar,” katanya penuh nada penyesalan.


Ia mengaku bertemu Abu Bakar Baasyir di Malaysia saat usia 16 tahun. Sejak itu ia seperti kerbau dicocok hidungnya.


 “Saya sebenarnya gak tahu tapi saya ngikut saja. Karena itu adik-adik santri harus cerdas dalam memahami agama. Jangan seperti saya. Saya saat itu hanya ikut-ikutan saja,” kata Nasir Abbas kepada para santri Amanatul Ummah.

Nasir Abbas lalu memberi contoh cara dan strategi para teroris merekrut calon anggota baru, terutama anak-anak remaja yang baru belajar agama Islam.

“Coba adik-adik santri jawab. Lebih baik mana Al-Quran dan Pancasila,” tanya Nasir Abbas kepada para santri Amanatul Ummah yang memadati Masjid Raya KH. Abdul Chalim. Para santri itu langsung menjawab, “Al-Quran…”.


Nasir Abbas kemudian melontarkan pertanyaan lagi, “Lebih baik mana Nabi Muhammad dan Pak Jokowi.” Para santri langsung menjawab, “Nabi Muhammad...”

“Lebih baik mana antara negara Islam dan negara kafir,” tanya Nasir Abbas lagi. Para santri menjawab, “Negara Islam.”

“Nah, dengan jawaban-jawaban itu adik-adik santri tanpa terasa sudah terpengaruh dan masuk jaringan teroris,” kata Nasir Abbas.

Kenapa?

“Karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu seharusnya tak perlu dijawab karena tidak selevel. Itu pertanyaan-pertanyaan salah. Masak Al-Qur’an dibandingkan dengan Pancasila. Masak Nabi Muhammad dibandingkan dengan Pak Jokowi,” kata Nasir Abbas.


Tapi itulah strategi para teroris untuk mengelabuhi dan menjebak mangsanya, terutama untuk menjaring anggota teroris baru. Dengan jawaban-jawaban itu, kata Nasir Abbas, para teroris itu lalu mengembangkan doktrin.


“Kalau lebih baik Al-Quran mari kita ganti Pancasila dengan Al-Quran. Kalau negara Islam lebih baik dari negara kafir, mari kita ganti negara Pancasila yang kafir dengan negara Islam.

Kalau lebih baik Nabi Muhammad mari kita ganti Jokowi. Tujuannya kan agar kita membenci Pak Jokowi,” kata Nasir Abbas. Saat itulah otak anak-anak muda mulai tercuci secara tidak sadar. Ngeri.

“Membandingkan sesuatu itu harus selevel. Misalnya al-Quran dengan Taurat. Kalau al-Quran dengan Pancasila kan tidak selevel,” kata Nasir Abbas.


“Nabi Muhammad dengan Pak Jokowi juga tidak selevel. Nabi Muhammad itu dipilih langsung oleh Allah, sedang Pak Jokowi dipilih oleh manusia,” tambahnya.


Menurut Nasir Abbas, masih banyak pertanyaan menjebak lainnya yang dikembangkan oleh teroris.

“Karena itu kalau adik-adik santri mendapat pertanyaan seperti itu jangan dijawab,” pintanya.

Nasir Abbas menuturkan, kini para teroris dalam merekrut anggota baru tidak selalu dengan cara face to face atau tatap muka.

Mereka memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. “Bisa lewat baca dan bisa lewat video,” kata Nasir Abbas.

Karena itu ia minta mewaspadai kelompok-kelompok radikal dan intoleran. Sebab terorisme itu berawal dari sikap intoleran dan tidak mau menghargai perbedaan.

Menurut dia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga sama. HTI punya tujuan mengubah negara NKRI jadi khilafah.

“Meski HTI sekarang tak terlibat kekerasan tapi mereka berusaha merekrut anggota polisi, TNI, yang pada saatnya mereka manfaatkan untuk melakukan aksi kekerasan,” katanya.

Bagi para teroris, kata Nasir, mendirikan negara Islam itu fardlu ain. Karena itu, ketika mereka kesulitan mendirikan negara Islam di Indonesia, gerakan mereka melebar ke Singapura, Malaysia, dan negara-negara lain.

“Mereka meyakini bahwa membunuh itu dapat pahala. Merusak dapat pahala. Mereka bilang Allah memerintahkan kita jadi teroris,” kata Nasir Abbas.

Nasir Abbas mengaku bersyukur ditangkap polisi setelah sekian tahun jadi teroris. Ia memetik hikmah berupa kesadaran bahwa ia selama ini telah menganut paham yang salah dalam beragama.

Karena itu, ia minta para santri cerdas dalam memahami agama agar tak terjerumus kepada paham radikalisme dan terorisme seperti yang dialami dirinya.


By. EJB

READMORE
 

Materi NDP PMII

NDP PMII

Insaf dan sadar bahwa semua itu adalah kejarusan bagi setiap fungsionaris maupun anggota PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara orang perorang maupun bersama-sama.

BAB I
ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN

Arti :

Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai Dasar Pergerakan ini meliputi cakupan aqidah, syari’ah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai pemahaman keagamaan yang paling benar.

Fungsi :

Landasan berpijak:
Bahwa NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang harus dilakukan.

Landasan berpikir :
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadappersoalan-persoalan yang dihadapi.

Sumber motivasi :
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.

Kedudukan :

Rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII.

Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku.


BAB II
RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN


1. TAUHID :

Meng-Esakan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam sejarah agama samawi telah terkandung sejak awal keberadaan manusia.

Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan perbutan-perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta ini. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, Hakim, Maha Adil, dan Maha Tunggal. Allah Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk pujaan dan penghambaan.

Keyakina seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari pada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memadu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Maka konsekuensinya Pergerakan harus mampu melarutkan nilai-nilai Tauhid dalam berbagai kehidupan serta terkomunikasikan dan mermbah ke sekelilingnya. Dalam memahami dan mewujudkan itu, Pergerakan telah memiliki Ahlussunnah wal jama’ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.

2. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH.

Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain.

Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.

Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal.

Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas, artinya pola ini dijalani dengan mengharapkan keridloan Allah. Sehingga pusat perhatian dalam menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. Dengan demikian, berarti diberikan penekanan menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, sehingga muncul manusia-manusia yang berkesadaran tinggi, kreatif dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap taqwa dan tidak pongah Kepada Allah.

Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan dan berfikir tentang ke-Maha-anNya, yakni ke-Mahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinyas untuk menirukan fungsi ke-Maha-anNya itu, sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah – fitrah suci yang selalu memproyeksikan terntang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadaNya, Manusia berarti tengah menjalankan fungsi Al Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka ia telah memerankan fungsi Arrahman dan Arrahim. Ketikamanusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi Al Ghoniyyu. Demikian pula dengan peran ke-Maha- an Allah yang lain, Assalam, Al Mukmin, dan lain sebagainya. Atau pendek kata, manusia dengan anugrah akal dan seperangkat potensi yang dimilikinya yang dikerjakan dengan niatyang sungguh-sungguh, akan memungkinkan manusia menggapai dan memerankan fungsi-fungsi Asma’ul Husna.

Di dalam melakukan pekerjaannya itu, manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. Dari semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai yang diupayakan, karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal ke4merdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks kehidupan di tengah-tengah alam dan kerumunan masyarakat, sebab perubahan dan perkembangan hanyalah milikNya, oleh dan dari manusia itu sendiri.

Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab prerputaran itu semata-mata tetap dikendalaikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana,yang semua alam ciptaanNya iniselalu tunduk pada sunnahNya, pada keharusan universal atau takdir. Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha ( ikhtiar ) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil karyanya. Tetapi harus sadar pula dengan keterbatasan- keterbatasannya, karaena semua itu terjadi sesuai sunnatullah, hukum alam dan sebab akibat yang selamanya tidak berubah, maka segala upaya harus diserrtai dengan tawakkal. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya harus selalu dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan lapang dada, qona’ah (menerima) karena disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai dengan sikap tawakkal kepadaNya.


3. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA

Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia menunjukan , bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah.

Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara manusia adalah sebangsa , sebagai mukmin manusia adalah bersaudara.

Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing untuk saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam mencaridanmencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk saling menghormati, bekerjasama, totlong menolong, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.

Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian diubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai yang telah disebut di bagian awal, sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedang budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui.

Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan bergerak secara dinamik dan kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna kehadirannya di dunia.

Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam hubungan dengan Allah, manusia dan alam selaras dengan perekembangan kehidupandan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus berusaha menegakan iman, taqwa dan amal shaleh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di dalam kehidupan itu sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing , berderajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk diperlukan kerjasama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus -menerus dilakukan sepanjang sejarah.

Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerja sama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama : hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya permusyawaratan.

Sedangkan hubungan antara muslim ddan non muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat manusia.

Nilai -nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudsaraan antar insan pergerakan , persaudaraan sesama Islam , persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan sesama ummat manusia . Perilaku persaudaraan ini , harusd menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapatv memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan persaudaraan.


4. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM

Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya.
Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai taiuhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam .

Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia , dan bukan sebaliknya . Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam , bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya.

Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat, di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia.
Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis yang tak terelakan .
Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh.

Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan . Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam , memakmurkan bumi dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama , tolong menolong dan tenggang rasa.

Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia . Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena alam ciptaan Allah buykanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya.

Namun pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Penguasaan dan pengembangannyadisandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya. Untuk memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam koteks ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek meruipakan perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis.

Penciptaan, pengembangan dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika manusia menginginkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama bukan sebaliknya. Usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat kebenaran, keadilan , kmanusiaan dan kedamaian. Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia dapat menempatkan diri pada derajat yang tinggi.

BAB III
PENUTUP


Itulah Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang dipergunakan sebagai landasan teologis normatif, etis dan motivatif dalam pola pikir, pola sikap dan pola perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama dan kelembagaan. Rumusan tersebut harus selalu dikaji dan dipahami secara mendalam, dihayati secara utuh dan terpadu, dipegang secara teguh dan dilaksanakan secara bijaksana.

Dengan Nilai Dasar Pergerakan tersebut dituju pribadi muslim yang berbudi luhur , berilmu, bertaqwa, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya, yaitu sosok ulul albab Indonesia yang sadar akan kedudukan dan peranannya sebagai khalifah Allah di bumi dalam jaman yang selalu berubah dan berkembang , beradab, manusiwi, adil penuh rahmat dan berketuhanan

READMORE
 

STRATRLEGI REKRUTMEN 2017


PK. PMII CENDEKIA BOJONEGORO
Oleh: M. Arifin #23 Agustus 2017

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
- Pramoedya Ananta Toer

Pada tanggal 26 Juni lalu, perkuliahan telah dinyatakan memasuki masa libur kenaikan semester. Saya tidak akan membahas berapa lama dan untuk apa libur semester kali ini. Karena dibantahpun, setiap kali libur semester mulai berlaku. Pada akhirnya, pasti akan membuat kebahagiaan tersendiri bagi mereka yang sudah menekuni dunia profesionalismenya dan membuat semakin resah kaum organisator yang sebagian besar masih memegang teguh ke-Idealisme-nya, pengangguran. Dengan keyakikan bahwa, dunia profesionalis adalah dunia individualis dan kapitalis, hanya mementingkan perutnya sendiri dan kader adalah sebagai lahan untuk bercocok tanam. Mungkin itu hanya satu alasan saja kenapa mereka sedikit menentang kaum-kaum kapital. Maka diskusi rutin dengan senior sana dan sini, kader  ini dan itu adalah kegiatan utama kaum organisator. Selain untuk saling mempererat emosional barangkali juga berjodoh. Untuk kaum-kaum organisator yang masih berani bertahan menikmati kelaparan dimanapun anda berada, semoga kelak kalian menjadi orang-orang yang bahagia jiwanya, amin.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia biasa disingkat PMII adalah organisasi mahasiswa yang pada era 1998 berani menunjukkan taringnya dalam menggulingkan pemerintahan Bpk Pembangunan, Ir Soeharto yang terkenal dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotismenya. Tindakan tersebut sejalan dengan tujuan yang tercantum pada BAB IV pasal 4 AD PMII yang berbunyi “ Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang Bertaqwa Kepada Allah SWT, Berbudi Luhur, Berilmu, Cakap Dan Bertanggung Jawab Mengamalkan Ilmunya Serta Komitmen Memperjuangkan Cita-Cita Kemerdekaan Indonesia.” Karena KKN dianggap tidak sejalan dengan cita-cita kemerdekaan yang tertuang didalam Lima Sila Repulik Indonesia.

PMII adalah Organisasi kader. Basis masa adalah yang utama. Namun, euphoria masa tanpa wacana itu kering. Pada tulisan kali ini saya akan lebih banyak membahas mengenai basis masa. Karena persoalan wacana itu persoalan yang kompleks dan juga akan panjang kalau sekalian kita bahas disini. Semoga saja hadir lagi nanti tulisan yang membahas tentang wacana. Sehingga, kita akan sedikit menciptkan formula wacana yang bisa diterapkan.

Sebagai organisasi kader yang berbasis masa. Maka, akan sangat dianggap penting kiranya didalam hal mereproduksi dan mencetak kader-kader militant baru guna untuk melanjutkan keberlangsungan organisasi yang sudah terlanjur besar ini.

Lalu, apa yang lebih menarik pada liburan kali ini? Setelah bercerita panjang lebar kini saya akan menulis inti pada topik pembahasan. REKRUITMEN! Hal yang menarik adalah liburan kali ini bebarengan dengan dibukanya tahun ajaran baru. Ketika semua mahasiswa pekerja disibukkan dengan kerjaanya, saya malah disibukkan berfikir tentang strategi bagaimana cara mengoleksi MABA untuk bersedia bergabung menjadi bagian dari PMII. Bukankah ini hal yang lucu? Sudah tidak mendapatkan gaji tapi saya malah ingin berfikir lebih keras.

Setelah melewati berbagai diskusi dan kritik saran. Maka, saya sebagai mahasiswa yang berlabel pengurus biro kaderisasi dengan sepenuh jiwa dan raga mencoba merumuskan strategi perekrutan dengan sistematis dan mempersembahkan sebuah skema strategi dibawah ini. (maaf terlalu mendramatisir hehe).
Ini bukan sebuah skema yang bertindak untuk menghakimi pihak, ataupun mendikte kehendak. Ini hanya sebuah gagasan yang ingin dicoba untuk disebarkan, dengan harapan ada sebuah interaktif solusi yang memang benar-benar layak untuk dijalankan. Sekali lagi, saya bukan siapa-siapa dalam tulisan ini.

Bisa saya katakan bahwa, tahun ini adalah perekrutan yang paling berisiko. Dimana komisariat telah memutuskan untuk mendeklarasikan rayon yang mewajibkan untuk merekrut minimal 15 anggota baru jika ingin menjadi rayon definitif dan disusul oleh minimnya pasukan tempur dari komisariat maupun kedua rayon persiapan. Risikonya jika kita tidak mampu mendefinitifkan rayon adalah kita selalu dalam pantauan senior dan komisariat lain. Namun, ketika saya dan sahabat Kukuh, Wahyu dan Sandy hendak mengeluhkan kondisi diatas, kami akan selalu mengingat beberapa quotes, yang salah satunya adalah “mereka yang menang adalah mereka yang lebih besar dari masalah”. Sontak, otak kami langsung kembali berpacu.

Setelah melewati perjalanan yang lumayan panjang dan rumit juga sudah banyak logistik yang saya konsumsi hingga akhirnya ada empat kurang lebihnya strategi yang bisa saya uraikan. Dan pastinya empat strategi ini tidak asal saja. Empat strategi ini telah menuai banyak kritik dan pujian kemudian saya mencoba merumuskan dengan berbagai pertimbangan yang sahabat pembacapun bisa mempertimbangannya sendiri dan kalau bisa juga memberi saya saran untuk strategi baru. Uraian ini semata-mata hanyalah untuk menginformasikan kepada sahabat pembaca. Barang kali bersedia mengkritik atau bahkan menerapkan untuk ditindak lanjuti. Andai seperti itu saya akan berterima kasih kepada sahabat-sahabat karena meskipun hanya sebuah kritikan menurut saya, itu adalah sebuah bentuk loyalitas sahabat untuk PMII.

Strategi pertama : Banner, output utama dari strategi ini adalah untuk Introduction, pengenalan. Mengabarkan bahwasanya ada PMII di kampus STIE Cendekia. Jika melalui media gambar dan tulisan para maba sudah sedikit mengenal, selanjutnya adalah memberi sedikit racikan strategi untuk menggiring dan membuatnya gol. Ini gambaran mudahnya. Bannernya juga tinggal cetak Namun pertimbanganya adalah citra PMII sudah terlanjur sedikit negatif. Memasang banner bisa jadi sama saja memasang boomerang. Citra PMII dimata dosen jarang masuk kelas dan citra PMII dimata mahasiswa yang menganggap sahabat-sahabat cenderung berkumpul dengan PMII. Hubungan sahabat-sahabat PMII dikampuspun masih belum tertata rapih. Selain itu maba masih dalam kondisi labil. Apakah mungkin mereka para dosen dan antek-anteknya berbicara tentang hebatnya PMII? Apakah kekuatan kata mampu mengalahkan kekuatan mulut? Saya rasa masih mustahil. Jadi, menurut saya pribadi, untuk strategi pertama ini mungkin masih kurang efektif dan dengan berbagai pertimbangan mungkin harus diurungkan.

Strategi kedua : Pelatihan Kewirausahaan dan Debat Kompetisi, sedikit saya informasikan bahwa pelatihan kewirausahaan adalah strategi dari ketua rayon lintang songo, sahabat Wahyu dan debat kompetisi adalah agenda dari ketua dua, sahabati Beti Andriani. Kedua agenda tersebut adalah agenda yang mempunyai nilai jual. Menawarkan wacana dan sisi keIntelektualan yang luar biasa. Jika kedua agenda ini terlaksana dengan optimal saya meyakini 80% maba akan tertarik dengan PMII. Lalu pertanyaanya, mampukah kita mengoptimalkan? Teringat nasehat dari senior dalam rangka mengikritisi kedua agenda ini, “kalau membuat agenda itu tidak usah terlalu muluk-muluk namun pada akhirnya tidak maksimal. Buat agenda itu yang biasa-biasa saja tapi dengan kemasan yang luar biasa, itu lebih baik.” Dan untuk pertimbangan lain, sahabat-sahabat bisa melihat kolom diatas. Setelah melihat kolom, jangan lupa dianalisa lalu bersaran!

Strategi terakhir : Pendampingan, mengutip Bahasa sahabat Taufik, “merakyat”. Saya rasa strategi terakhir ini mungkin yang paling efektif untuk diterapkan. Tidak banyak saya uraikan. Saya yakin sahabat-sahabat lebih cerdas menguraikan kolom diatas daripada saya sendiri. Sedikitnya seperti ini, maba pasti butuh teman. Maba pasti ada program PKM. Maba pasti butuh namanya UKM. Nah disitulah kita hadir untuk menjawab kegelisahan mereka, kena. Saya berharap bagi siapapun yang membaca tulisan ini untuk bersedia mendampingi para maba  pasti butuh teman. Maba pasti ada program PKM. Maba pasti butuh namanya UKM. Nah disitulah kita hadir untuk menjawab kegelisahan mereka, kena. Saya berharap bagi siapapun yang membaca tulisan ini untuk bersedia mendampingi para maba mengerjakan PKM, menjadi instruktur UKM dan sekurang-kurangnya hanya menjadai teman curhat. Juga jangan lupa untuk selalu membawa nama PMII agar direkomendasikan kepada mereka.

Saya yakin masih bersemayam semangat berPMII ditubuh kalian, tunjukkanlah! Saya percaya masih ada loyalitas yang bersembunyi di nadi kalian, bergeraklah! Jangan hanya pandai menjadi kritikus! Cobalah menjadi manusia yang bertransformatif! Bukankah dulu kita pernah bercerita tentang Paaradigma Kritis Transformatif. Jangan hanya berhenti di sudut kritis saja, karena itu tidak sejalan dengan paradigmanya PMII! Bukankah dulu kita juga pernah diajari tentang Analisa Wacana, Analisa Sosial, Strategi Pengembangan, Teknik Lobi dan Advokasi. Lalu untuk apa kita mempelajarinya jika hanya untuk menjadi pengetahuan? Bukankah pengetahuan itu ada untuk diterapkan? Jadi, disana ada ladang percobaan untuk menguji kemampuan kita dalam menerapkan ilmu. Jika kalian benar-benar petarung, mari bergerak! Jika kalian bukan petarung, saran saya, jangan jadi pecundang!
DZIKIR, FIKIR DAN AMAL SHOLEH!!! SALAM PERGERAKAN!!!


READMORE
 

ASWAJA Manhajul Fikr

I.     SKETSA SEJARAH
Ahlussunnah wal Jama’ah (ASWAJA) lahir dari pergulatan intens antara doktrin dengan sejarah. Di wilayah doktrin, debat meliputi soal kalam mengenai status Alqur’an apakah ia mahluk atau bukan, kemudian debat antara sifat-sifat Allah antara ulama’ salafiyyun dengan golongan Mu’tazilah dan seterusnya.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan ASWAJA terentang hingga zaman Khulafaur Rasyidin, yakni dimulai sejak terjadi perang shiffin yang melibatkan Kholifah Ali bin Abi Tholib RA dengan Muawiyyah. Bersamaan dengan kekalahan kholifah ke-empat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu muawiyyah, ummat islam mulailah islam terpecah ke dalam berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi’ah, Khowarij, Jabariyyah, Qadariyyah, Mu’tazilah, dll.
READMORE
 

Apa dan bagaimana Rekayasa Sosial (Social Engineering) itu ?


Anggitan :
Perubahan sosial yang direncanakan dan dilakukan karena munculnya problem-problem sosial sebagai adanya perbedaan antara das sollen (yang seharusnya) dengan das sein (yang nyata). Tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial (collective action to solve social problems). Biasanya ditandai dengan perubahan bentuk dan fungsionalisasi kelompok, lembaga atau tatanan sosial yang penting.

READMORE